Karakter utama dari penangkapan
adalah pengekangan sementara waktu, guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan, hal ini membedakan penangkapan dengan pemidanaan meskipun keduanya
memiliki sifat yang sama yaitu adanya pengekangan kebebasan seseorang. Tujuan
dilakukannya penangkapan antara lain guna mendapatkan waktu yang cukup untuk
mendapatkan informasi yang akurat. Seseorang ditangkap apabila diduga keras
melakukan tindak pidana dan ada dugaan kuat yang didasarkan pada permulaan
bukti yang cukup. Hal ini menunjukkan perintah penangkapan tidak tidak dapat
dilakukan dengan sewenang- wenang.[1]
Ketentuan mengenai penangkapan dalam KUHAP amat berbeda dengan ketentuan dalam
HIR, dahulu penangkapan dilakukan tanpa adanya bukti sehingga tidak terdapat
kepastian hukum.[2]
Syarat lain untuk melakukan
penangkapan harus didasarkan pada kepentingan penyelidikan atau penyidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 KUHAP. Dalam hal kepentingan penyelidikan
tetap harus ada dugaan keras terhadap tersangka sebagai pelaku tindak pidananya
yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Mengenai bukti permulaan yang
cukup, KUHAP tidak mengaturnya, melainkan diserahkan kepada penyidik untuk
menentukannya. Menurut Kapolri dalam SKEP/04/I/1982 tanggal 18 Februari 1982,
bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang terkandung dalam
laporan polisi; berkas acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP);
laporan hasil penyelidikan; keterangan saksi/ahli dan barang bukti. Sedangkan
menurut Yahya Harahap pengertian “bukti permulaan yang cukup” hampir serupa
dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP, yakni berdasarkan prinsip
batas minimal pembuktian yang minimal terdiri dari dua alat bukti.[3]
Sedangkan menurut Rapat Kerja Makehjapol tanggal 21 Maret 1984 menyimpulkan
bukti permulaan yang cukup minimal laporan polisi ditambah salah satu alat
bukti lainnya.[4]
[1]
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, (Bandung: PT Citra Aditya
Barkti, 2007), hal.26.
[2]
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penarapan KUHAP: Penyidikan dan
Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.158.
[3] Yahya
Harahap, op.cit., hal.158.
[4] Darwan
Prints, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Jakarta: Penerbit Djambatan,
1998), hal.51.
0 Response to "Syarat Penangkapan dalam KUHP"
Posting Komentar